Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Berpijak LP, Anwar Wartawan Harian Memo Bakal Tuntut Balik Oknum LSM yang Adukan ke Dewan Pers

Selasa, 30 Desember 2025 | Desember 30, 2025 WIB | Last Updated 2025-12-30T04:21:03Z

Lamongan, Harian Memo - Menyikapi penilaian Dewan Pers terhadap pemberitaan terkait dugaan pemerasan oleh oknum LSM di Lamongan, pihak Redaksi Harian Memo melalui perwakilannya, Anwar, menyatakan sikap tegas. 

Tak sekadar menerima catatan administratif, Anwar berencana menempuh langkah hukum balik terhadap pihak-pihak yang dinilai mencoba mengaburkan fakta hukum di balik aduan ke Dewan Pers, dengan menggunakan instrumen Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Langkah ini diambil setelah Dewan Pers melalui Surat Nomor: 1981/DP/K/XII/2025 menilai pemberitaan bertajuk “Publik Desak Polres Lamongan Tuntaskan Kasus Dugaan Pemerasan Oknum LSM” melanggar Pasal 1 dan 3 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) karena dianggap tidak berimbang dan menghakimi.

Didampingi Syamsul Arief selaku Pimpinan media Krindomemo, Anwar menegaskan bahwa pemberitaan yang dipersoalkan bukanlah sebuah narasi fiktif atau opini prematur. Sebaliknya, berita tersebut berdiri kokoh di atas dokumen negara yang sah: Laporan Polisi Nomor: LP/B/158/V/2025/SPKT/POLRES LAMONGAN.

"Jurnalisme bekerja berdasarkan fakta. Fakta yang kami sajikan adalah fakta hukum tetap berupa Laporan Polisi (LP). Dalam dokumen tersebut, pelapor (MZA) secara eksplisit melaporkan adanya dugaan tindak pidana pemerasan dengan ancaman sesuai Pasal 368 KUHP," ujar Anwar.

Dalam dokumen LP tersebut, lanjut Anwar, terurai kronologi di mana MZA mengaku ditekan oleh terlapor berinisial SKD dan WTO untuk menyerahkan uang sebesar Rp20 juta dengan ancaman persoalan limbah RPH akan diperkarakan. MZA bahkan mengakui sempat menyerahkan uang awal sebesar Rp. 1,5 juta sebelum akhirnya mencari keadilan melalui jalur kepolisian.

"Jika tulisan yang berdasarkan data akurat dan dokumen negara (LP) dianggap sebagai pencemaran nama baik, maka pihak LSM atau pelapor tersebut telah dengan sengaja menghambat tugas jurnalistik kami. Ini melanggar Pasal 18 ayat (1) UU Pers No. 40/1999," tegas Anwar.

Anwar juga menyayangkan penilaian Dewan Pers yang seolah mengesampingkan upaya teknis jurnalistik di lapangan. Dalam berita sebelumnya, redaksi juga sudah mencantumkan klausul bahwa pihak terlapor maupun Polres Lamongan belum bisa dikonfirmasi hingga berita ditayangkan.

"Sangat disayangkan jika produk jurnalistik yang bersumber dari data sekunder resmi sebuah Laporan Polisi dianggap menghakimi. Jika mengutip dokumen negara dianggap salah, lantas di mana ruang bagi pers untuk menjalankan fungsi kontrol sosialnya?," kritik Anwar dengan nada retoris.

Baginya, aduan yang dilayangkan oleh salah satu LSM di Lamongan ke Dewan Pers tersebut dianggap sebagai upaya untuk membungkam pengungkapan kasus yang terkesan mandek di Polres Lamongan tersebut, sejak laporan masuk pada Mei 2025 lalu.

Oleh karena itu, Anwar berencana melaporkan balik pihak-pihak terkait atas dasar perlindungan nama baik dan dugaan manipulasi informasi yang merugikan kredibilitas media.

"Kami tidak akan tinggal diam ketika fakta hukum yang terang benderang coba dikaburkan dengan dalih kode etik. Kami akan membawa persoalan ini ke ranah hukum untuk menguji kebenaran materiil dari apa yang dilaporkan oleh MZA," tegasnya.

Selain itu, Anwar juga dengan tegas akan menanyakan proses hukum oknum LSM tersebut di Polres Lamongan, dan sebagai media independen, pihaknya akan terus mengawal kasus ini berdasarkan fakta-fakta lapangan dan dokumen resmi kepolisian, tanpa terintervensi oleh tekanan administratif pihak manapun. 

Sebab Persoalan ini kini menjadi sorotan publik di Lamongan, sekaligus menjadi ujian bagi independensi pers dalam mengawal kasus-kasus hukum yang melibatkan oknum organisasi kemasyarakatan tersebut.

Oleh karena itu Publik berhak tahu sejauh mana laporan pidana masyarakat diproses secara serius dan adil serta tanpa pandang bulu oleh aparat penegak hukum, khususnya Polres Lamongan.